~ Akulah Sayapmu ~

1:36 PM / Posted By Bee Diaz Prihatama /


“Ray jahat...!!” teriak Bee saat tangan cowok bandel itu menarik kuncir rambutnya. Sementara, Ray sudah kabur, sambil tertawa ngakak, meninggalkan Bee yang memberengut kesal. Murid-murid lain yang ada di lorong, hanya geleng-geleng kepala saat melihatnya. Kejadian seperti itu sudah biasa bagi mereka. Tidak pagi, saat istirahat, ataupun saat pulang, kedua orang itu selalu bertengkar. Bee sebenarnya tidak habis pikir kenapa cowok itu seneng banget bikin dia sewot.

Ray. Cowok itu dikenalnya saat dia duduk di bangku kelas tiga SMP. Sementara, Bee sudah duduk di kelas dua SMA. Ray teman maen basket Leo, kakak kandung Bee. Sebenarnya, Bee hanya pernah bertemu Ray sekali. Tapi, nama Ray selalu disebut-sebut Leo sebagai sahabat terbaiknya. Hingga tragedi itu terjadi. Leo mengalami kecelakaan mobil. Setelah empat hari dirawat di rumah sakit, ia pun meninggal. Waktu itu sekitar enam bulan sebelum Bee lulus SMP. Dan sejak itu, ia tidak pernah mendengar nama Ray lagi. Saat itu, ia begitu terpukul dengan kematian kakak kandung satu-satunya itu. Bee berubah menjadi pemurung. Dunianya hanya sekolah dan kamar tidur. Orangtuanya sampai khawatir dibuatnya.

Lalu, masa sebagai murid baru SMU pun tiba. Namun, di tengah kehebohan teman-teman barunya, Bee tetap menjadi gadis pemurung. Hingga suatu hari....

“Hai.. Kamu Bee, kan? Masih ingat aku? Ray, teman maen basket kakakmu. Sorry baru tahu kalo kamu jadi adik kelasku. Habis kamu kecil, sih, jadi nggak kelihatan. Kalau perlu apa-apa, jangan sungkan minta tolong, ya. Ok!”
Lalu sekejap cowok itu sudah berlalu meninggalkan Bee yang terbengong-bengong kaget. Otaknya masih berusaha mengumpulkan kepingan-kepingan wajah yang muncul seperti hantu. Sekejap datang dan sebentar kemudian hilang. Setelah itu, kehebohan pun terjadi di kelasnya.
Teman-temannya, terutama yang cewek, langsung menyergapnya dengan berbagai pertanyaan. Siapa? Kenalin, dong! Cakep banget! Gimana bisa kenal? Dan masih banyak lagi. Maklum aja, anak baru sudah dikenal kakak kelas, cakep lagi, siapa yang nggak penasaran. Dan, sejak itulah hari-hari Bee selalu dibayangi segala keisengan Ray. Namun, Bee tak bisa benar-benar marah padanya. Karena, ia sadar polah bandel Ray-lah yang telah mengubahnya menjadi Bee yang dulu lagi. Bee yang manis dan ceria.
Jam istirahat. Bee tampak termenung sendirian di kelas. Di tangannya ada selembar brosur tentang audisi pencarian bakat penyiar radio di kotanya.


Sesekali dihembuskan napas pendek. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Karena terlalu sibuk dengan pikirannya, ia tidak menyadari, Ray sudah berdiri di sampingnya sambil senyum-senyum. “Melamun, Non?” sapa Ray pelan. “Hiahh!!” teriak Bee kaget, “Eh, Dodol! Kira-kira, dong! Jantung aku bisa copot tau,” seru Bee. “Eh, Bakpaw! Makanya jangan ngelamun aja!” bales Ray enggak mau kalah. “Suka-suka! Mo ngelamun, kek! Mo ketawa, kek! Mo nangis, kek! Terserah, dong! Kenapa kamu yang repot?” sahut Bee makin sewot. “Lagi mikirin aku, ya?” ujar Ray dengan seringai jahil tanpa memedulikan Bee yang mulai naek darah. “Eeenak aja! Emangnya kamu siapa?” sahut Bee sambil tetap berusaha menahan diri. “Kalo gitu pasti cowok laen, pacar? Ehm... bener juga, sih! Cewek bandel kayak kamu seharusnya memang punya pacar. Jadi, ada yang ngasih nasihat kalo lagi kumat.” Ray nyerocos tanpa peduli Bee yang sudah mau meledak saking jengkelnya.
“Ok, deh! Ray bantuin, ditanggung sebentar lagi kamu bakal dapat pacar. Gimana? Setuju?” Kali ini mimik wajahnya dibuat serius. “Enggak butuh!” seru Bee setengah berteriak sambil melangkah keluar kelas, meninggalkan Ray yang lagi ketawa terbahak-bahak, sendirian. Saat itu, mata Ray tertuju pada kertas yang ditinggalkan Bee.
Ia tersenyum, ada sesuatu muncul di kepalanya. Pagi ini sarapan dalam perut Bee langsung hilang hanya untuk menahan emosi. Di hadapannya terpampang besar sebuah kertas pengumuman di samping mading sekolah:

DICARI!!! Seorang cowok yang mau menjadi pacar Lidya Bee, dengan kriteria: Sanggup jalan sama cewek bandel, manja, tulalit, dan gampang marah. Bagi yang berminat, silakan berhubungan langsung dengan Bee NOTE: MOHON CEPAT! CEWEK INI SUDAH HAMPIR BUNUH DIRI KARENA DEPRESI.

Selesai membacanya, Bee langsung mencak-mencak. Matanya sibuk mencari Ray. “Awas kalo ketemu,” desisnya. Dan saat masuk ke kelasnya, Ray tampak duduk di bangkunya sambil senyum-senyum. Saat keduanya sudah berhadapan, belum sempat Bee membuka mulutnya, sebuah amplop diserahkan Ray ke tangannya. “Ini tanda peserta untuk audisi penyiar, awas kalo sampai nggak datang. Aku sudah rela antri berjam-jam dan keluar duit buat ngedaftarin kamu. Ok!” Lalu secepat kilat kabur meninggalkan Bee yang kebingungan. Bingung karena enggak jadi marah dan bingung soal tanda peserta di tangannya. “Dari mana dia tahu?” tanya Bee dalam hati sambil garuk-garuk kepala. Hari itu tiba. Sebenarnya, Bee enggan mengikuti audisi itu karena dia merasa kurang percaya diri.

Namun, Ray yang datang menjemput, dengan alasan tidak rela duitnya terbuang sia-sia, berhasil memaksa Bee untuk berangkat. Ray hanya memberinya dua pilihan, digendong paksa untuk ikut atau jalan sendiri walau juga terpaksa. Dan yang bikin Bee dongkol, mama dan papanya hanya senyum-senyum, seperti mengamini kelakuan Ray. Di sinilah dia akhirnya, berjajar menunggu giliran bersama puluhan peserta yang lain. Sementara Ray menunggu di kejauhan sambil sesekali menyeringai bandel. Sepertinya, dia mau bilang, “Mampus kau”, sambil tertawa senang. Audisi berjalan sampai malam. Ditemani Ray, Bee menunggu pengumuman keluar. Pukul 23.00, hasil itu pun keluar. Bee dan Ray sibuk mengamati dari atas ke bawah berulang-ulang lima nama yang ada, tapi tetap saja nama Bee tak muncul secara ajaib di sana. “Tuh, kan! Sudah dibilang apa? Pasti gagal!” ujar Bee. Ray tersenyum,“Yang penting kan sudah dicoba. Itung-itung buat pengalaman.”
Kali ini suara Ray terdengar tulus menghiburnya. Bee sejenak terdiam. Baru kali ini, dia mendengar Ray bicara dengan nada seperti itu. Diamatinya Ray. Sebenarnya, ada sesuatu yang sejak tadi ingin ditanyakannya. Dan ia perlu tahu sekarang. “Ray!” panggil Bee. “Hm...,” sahut Ray pendek. “Boleh tanya nggak?” “Tanya apa?” “Kenapa kamu semangat banget maksa aku ikut audisi?” Tak ada jawaban.

“Jangan sampai kamu bilang, kamu jatuh cinta sama aku!” ancam Bee. Sejenak Ray tertawa kecil, “Ini semua karena kakakmu.” Bee mengernyitkan kening, “Maksud kamu?” ia bertanya tak mengerti. “Sebelum meninggal, Leo pernah ngomong kalo sampai dia mati, dia bakal meninggalkan seorang adik kecil manis yang menyayanginya. Dia enggak mau, adiknya menjadi dan tak pernah terbang mencapai mimpi dan cita-citanya.
So, di sinilah aku, sesuai janji yang aku buat. Aku akan menjadi sayap untuk membawamu terbang ke angkasa mimpimu, sampai kamu kuat dan berani untuk terbang sendiri. Walaupun harus kuakui repot juga ngurus adik yang bandelnya setengah mati.”
Bee tertegun. Dipandanginya Ray lebih lekat. Ada sebuah rasa yang begitu besar merayap naik ke hatinya. Rasa sayang kepada sosok di depannya, yang telah berjuang mengganti sosok lain yang telah pergi dari hidupnya. “Makasih, Kak...,” ucap Bee dengan mata basah. “Eh, kok nangis? Sudah, dong! Malu dilihat orang.” Bee tak peduli, dipeluknya Ray. Sebuah bisik lirih keluar dari mulutnya, “Terima kasih sudah menjadi sayap untukku. Bee janji untuk mulai belajar terbang.”
Bee mendongak, dipandanginya bintang-bintang di langit. Wajah Leo tergambar di sana, “Terima kasih, Kak! Sudah memberikanku sayap yang begitu kuat...,” bisik Bee dalam hati.

0 comment:

Posting Komentar